Jember, 5 Desember 2025
Makna empati dalam profesi keperawatan menjadi pusat inspirasi bagi Ahmad Eko Wibowo, S.Kep., Ns., mahasiswa Magister Keperawatan, Universitas Jember (UNEJ).
Dengan ketertarikannya pada dunia fotografi, ia berusaha menghadirkan cerita visual yang menegaskan bahwa hubungan perawat dan pasien bukan sekadar interaksi medis, melainkan hubungan kemanusiaan yang dimulai dari kemampuan mendengarkan.Ahmad Eko menuturkan bahwa dalam karyanya ia ingin menyampaikan pesan bahwa empati merupakan fondasi awal proses penyembuhan. “Mendengarkan dengan empati adalah langkah awal dalam proses penyembuhan. Dari sana kami bisa menentukan pendekatan yang tepat, menyesuaikan perawatan yang dibutuhkan, dan yang tak kalah penting memberikan kenyamanan emosional,” ujarnya.

Ia kemudian menggambarkan bagaimana perasaan pasien dapat berubah ketika mereka merasa didengar. “Karena ketika pasien merasa didengarkan maka mereka merasa dihargai, dipahami, dan tidak lagi merasa sendirian. Harapan mulai tumbuh kembali ketika seseorang merasa dilihat sebagai manusia bukan sekadar kasus,” tambahnya.
Bagi Ahmad Eko, itulah inti dari agronursing: penyembuhan yang dimulai dari empati. “Kami mendengar lebih dari sekadar kata-kata. Kami mendengar rasa takut yang disembunyikan dalam senyuman dan kami menjawabnya dengan kasih, perhatian, serta ketulusan,” jelasnya.
Pesan humanis itulah yang kemudian mengantarkan Ahmad Eko meraih Juara 3 International Healthcare Photography Competition pada ajang Nursing Scientific Festival 2025 yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Brawijaya pada 9 November 2025 lalu.
Dalam proses kreatifnya, ia memulai dari pengamatan terhadap cahaya, suasana, dan emosi yang muncul secara alami.
“Proses kreatif saya dimulai dari rasa ingin tahu terhadap momen dan emosi di sekitar. Sebelum memotret, saya mengamati cahaya dan suasana untuk memahami cerita yang ingin disampaikan. Saat memotret, saya berusaha menangkap momen yang jujur dan alami, bukan sekadar indah secara teknis. Dalam memilih foto, saya menilai bukan hanya dari komposisi atau pencahayaan, tapi dari kekuatan ceritanya apakah foto itu punya jiwa dan mampu berbicara tanpa kata. Proses penyuntingan saya lakukan seperlunya, hanya untuk menegaskan nuansa yang saya rasakan saat memotret karena pengalaman adalah guru yang paling berharga,” paparnya.
Sebagai penutup, Ahmad Eko memberikan motivasi kepada mahasiswa UNEJ lain yang ingin mencoba kompetisi, khususnya di level internasional. Ia mendorong agar mahasiswa berani memulai, tidak takut gagal, mempersiapkan diri, membuka diri terhadap masukan, dan tetap menunjukkan karakter unik dalam berkarya. Ia menekankan bahwa kompetisi bukan hanya soal menang, tetapi tentang belajar, melihat standar dunia, dan menikmati setiap proses yang membawa pada perkembangan diri. (dil/elz)
#DiktisaintekBerdampak #UNEJBerdampak #Prestasi

