Jember, 8 November 2017
Indonesia adalah negara yang dikaruniai dengan keanekaragaman hayati (biodiversity), salah satu contohnya dengan beragam jenis tanaman. Oleh karena itu Indonesia berpeluang untuk mengembangkan produk-produk pertanian dan kesehatan yang berbasis pada protein yang dihasilkan oleh beraneka tanaman. Potensi protein tersebut bisa berasal dari tanaman seperti kedelai, melinjo, kacang-kacangan, serealia dan lainnya. Pendapat ini disampaikan oleh Prof. Dr. Tri Agus Siswoyo, di sela-sela kegiatan seminar Internasional Indonesia Protein Society yang dilaksanakan di Gedung Soetardjo pada tanggal 8 hingga 10 November.
Prof. Tri Agus Siswoyo lantas melanjutkan penjelasannya, dalam kajian bioteknologi, tanaman seperti kedelai atau melinjo memiliki kandungan protein yang mengandung asam amino yang penting bagi metabolisme tubuh. Tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, protein yang ada dapat dikembangkan sebagai bahan obat. “Seperti yang sedang dilakukan di laboratorium Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember, yang mengembangkan protein dari melinjo sebagai bahan antioksidan dan antihipertensi,” ujar pakar bioteknologi yang juga didaulat sebagai ketua panitia kegiatan ini.
“Protein merupakan pemain utama dalam hidup kita, bahkan semua organisme hidup. Protein bekerja sama dalam cara yang kompleks dan terkoordinasi untuk mendukung kehidupan. Dengan kata lain, memahami fungsi protein dapat memberi kita petunjuk untuk menjawab persoalan yang belum kita pahami dan mengamati struktur secara rinci bisa mengungkapkan bagaimana protein itu bekerja,” imbuh Prof. Tri Agus Siswoyo.
Menurutnya penelitian dan pengembangan protein menjadi pintu gerbang bagi produk rekayasa genetika yang dirakit dengan menyisipkan gen asing dan mengatur aktivitas gen ini di dalam tanaman, sehingga galur tanaman baru dapat menghasilkan sifat baru yang dikehendaki. Dalam proses rekayasa genetika inilah, pemahaman dan penggunaan protein menjadi hal yang mutlak, mengingat DNA mahluk hidup salah satunya disusun oleh protein.
Namun sayangnya, pengembangan rekayasa protein di Indonesia masih dirasakan kurang, mengingat begitu banyak keterbatasan dan tantangan yang masih dihadapi para peneliti di bidang ini. Keterbatasan fasilitas yang dimiliki, serta kurang optimalnya pemanfaatan bidang-bidang penunjang rekayasa protein seperti kimia, mikrobiologi, genetik, bioinformatika dan komputasi menjadi faktor penghambat perkembangan penelitian protein di Indonesia. Kemudian belum maksimalnya relasi yang baik antara dunia perguruan tinggi dengan industri, serta masih panjangnya rantai birokrasi pemerintah dalam perijinan produk hasil pengembangan bioteknologi juga dirasa masih jadi hambatan.
“Industri kita lebih senang membeli paten riset dari luar negeri daripada mendanai dan memanfaatkan hasil riset peneliti Indonesia. Oleh karena itu salah satu strategi menanggulangi hambatan tadi adalah dengan meningkatkan kolaborasi nasional dan internasional dengan institut, lembaga,grup penelitian yang berfokus dalam penelitian rekayasa protein, seperti yang sedang kita lakukan dengan seminar internasional Indonesia Protein Society,” ulas Prof. Tri Agus Siswoyo lagi. Seminar juga diharapakan menjadi sarana up dating ilmu diantara peneliti protein.
Seminar menampilkan pemateri utama Prof. Dr. Hitoshi Sakakibara dari Riken Institute Jepang, Prof. Dr. James Ketudat dari Suranaree University of Technology Thailand, Prof. Dr. Robert James Seviour dari La Trobe University Australia serta pemateri lainnya. Panitia mencatat ada 62 makalah yang masuk, yang terdiri dari enam sub bahasan seperti bioinformatika, biokimia protein, padi dan lainnya. Sementara itu sebelumnya dalam pidato pembukaannya, Wachju Subchan, Wakil Rektor II bidang Administrasi Umum dan Keuangan, menegaskan komitmen Universitas Jember sebagai pusat keunggulan Bioteknologi. Keseriusan ini dibuktikan dengan bantuan dari Islamic Development Bank (IDB) yang difokuskan untuk pengembangan bidang bioteknologi. (iim)