Peneliti Virginia Tech Ikuti Observasi Herpetofauna di Kampus Tegalboto

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 10 Januari 2020

Kenakeragaman hayati di Kampus Tegalboto yang melimpah ternyata memicu keingintahuan para peneliti baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk melakukan observasi. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Deirdre Conroy, peneliti hewan amfibi asal Amerika Serikat. Peneliti lulusan College of Natural Resources and Enviroment Virginia Polytechnic Institute and State University (Virginia Tech) ini turut serta dalam observasi Herpetofauna yang dikoordinir oleh Agung Kurnianto, peneliti dari Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian pada tanggal 28 Desember 2019 lalu di Kampus Tegalboto. Sebelumnya, Agung Kurnianto dan tim juga telah melakukan pengamatan burung.

Dalam observasinya, Agung Kurnianto dan Deirdre Conroy bersama tim menemukan fakta menarik, diantaranya mereka menemukan satu jenis amfibi dan dua reptil yang seharusnya memilkiki habitat di hutan namun justru ditemukan di wilayah kampus Universitas Jember. “Herpetofauna adalah observasi terhadap hewan amfibi dan reptil yang biasanya dilakukan malam hari, saat hewan amfibi dan reptil aktif. Dan temuan kami cukup menggembirakan, kami menemukan jenis katak kecil, kadal serasah dan ular hijau viper yang berbisa yang biasanya ditemukan di hutan,” jelas Agung Kurnianto saat ditemui di Kampus Tegalboto (10/1).

Penemuan katak kecil (Occidozyga sumatrana) di wilayah Kampus Tegalboto ini patut disambut gembira, pasalnya keberadaan katak berukuran maksimal 1 sentimeter ini menandakan bahwa kondisi alam Kampus Tegalboto, khususnya kondisi airnya tergolong baik. “Hewan amfibi seperti katak hidupnya sangat tergantung pada air, mengingat sebagian besar daur hidup dan proses reproduksinya ada di air. Jadi penemuan katak kecil ini membuktikan bahwa kualitas air di wilayah Kampus Tegalboto tergolong baik. Sebab jika kondisi air di suatu wilayah tercemar, maka yang pertama kali terkena dampaknya adalah hewan amfibi. Apalagi untuk katak kecil yang kulitnya sangat sensitif teradap perubahan kualitas air,” urai Agung Kurnianto yang saat melakukan observasi Herpetofauna didampingi lima mahasiswanya.

Kedua, keberadaan hewan amfibi dan reptil di Kampus Tegalboto yang beraneka ragam menunjukkan keberhasilan Universitas Jember menjaga kelestarian wilayahnya. ”Umumnya hewan amfibi dan reptil mendiami satu daerah tertentu saja selama hidupnya, berbeda dengan hewan lain yang mampu berimigrasi. Jadi, jika di dalam satu wilayah hewan amfibi dan reptilnya berkembang biak dengan baik, maka ini artinya kelestarian wilayah tersebut terjaga dengan baik dari waktu ke waktu. Sebab jika sebuah daerah kondisi alamnya rusak maka amfibi dan reptil yang paling rentan punah mengingat mereka tidak bisa pindah ke daerah lain, berbeda dengan burung yang bisa berimigrasi. Salah satu contohnya penemuan kadal serasah tadi yang jarang ditemukan di daerah lain,” kata Agung Kurnianto.

Pendapat Agung Kurnianto didukung oleh Deirdre Conroy. Menurutnya kondisi alam di Kampus Tegalboto patut disyukuri dengan cara dijaga agar tetap lestari. “Saya suka dengan kondisi kampus Universitas Jember yang hijau dengan ditumbuhi banyak pohon, apalagi saat melakukan observasi herpetofauna saya menemukan hewan amfibi dan reptil yang menjadi minat saya. Keberadaan Kampus Tegalboto ini penting di saat pelestarian lingkungan seringkali harus berhadapan dengan masalah pemenuhan kebutuhan manusia. Maka habitat, flora dan fauna yang ada harus kita lindungi,” ujar Deirdre Conroy yang kala kuliah di Virginia Tech fokus pada penelitian salamander, salah satu jenis hewan amfibi.

Selain penemuan katak kecil dan kadal serasah, temuan istimewa lainnya  adalah ular hijau viper sepanjang kurang lebih 70 sentimeter dengan diameter sekitar 7 sentimeter. Cukup besar untuk ukuran ular jenisnya. Ada pula temuan ular kobra jawa, weling hingga sanca batik. “Adanya beragam jenis ular ini karena makanannya berlimpah sehingga ular tersebut bisa tumbuh dengan maksimal, kami menemukan cukup banyak katak, kadal dan beberapa jenis cecak yang menjadi pakan ular. Jadi tak perlu khawatir ular ini bakal masuk ke ruangan untuk cari makanan, tapi tentu harus tetap wapada jika bertemu dengan jenis ular berbisa seperti ular hijau viper mengingat bisanya menyerang jaringan saraf manusia,” kata Agung Kurnianto serius.

Kekayaan flora dan fauna di Kampus Tegalboto membuka kesempatan yang luas untuk melakukan riset lanjutan. Agung Kurnianto dan tim sudah mengagendakan observasi untuk kupu-kupu di Kampus Tegalboto dalam waktu dekat. Untuk diketahui kupu-kupu memiliki peran dalam perkembangan tanaman dengan cara membantu penyerbukan tanaman. “Termasuk meneruskan kegiatan observasi burung atau birdwatching yang sudah kami lakukan. Pasalnya pada kegiatan birdwatching lanjutan kami menemukan satu jenis burung yang selama ini masuk dalam kategori dilindungi karena hampir punah justru ada di wilayah Kampus Tegalboto. Untuk itu kami terus melakukan birdwatching agar hasil observasinya benar-benar akurat,” pungkas Agung Kurnianto. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content