Jember, 16 Mei 2023
Kemendikbudristek melalui Ditjen Dikti telah meluncurkan program Kampus Mengajar sebagai bagian dari program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Melalui program Kampus Mengajar ini mahasiswa diajak menjadi agen perubahan di bidang pendidikan. Hingga pelaksanaan program Kampus Mengajar angkatan kelima, tercatat ada 91 ribu lebih mahasiswa dan 15 ribu lebih dosen dari 800 PTN dan PTS yang turut bergabung membantu proses belajar mengajar di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di seluruh pelosok nusantara.
Tahun ini Ditjen Dikti kembali membuka pendaftaran program Kampus Mengajar Angkatan Keenam. Guna menjaring mahasiswa dan dosen untuk aktif turut serta, Universitas Jember menggelar kegiatan Sosialisasi Program Kampus Mengajar Angkatan Keenam di Gedung Auditorium Kampus Tegalboto (16/5). Selain mendapatkan penjelasan dari Kepala Program Kampus Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka dan Supervisor Stakeholder Relation Kampus Mengajar, peserta mendapatkan testimoni menarik dari peserta Kampus Mengajar Angkatan keempat dan kelima.
“Saya kaget ketika ada murid yang sengaja membawa senjata tajam di kelas. Dia memainkan golok tadi dengan gaya menantang. Ternyata peristiwa ini bukan yang terakhir, sebab di lain waktu ada murid yang hendak berkelahi dengan kakak kelasnya menggunakan senjata tajam di sekolah,” tutur Muhammad Taruna Aji, peserta program Kampus Mengajar angkatan keempat yang bersama lima kawannya mendapatkan tugas di lokasi SMPN 2 Sumberjambe Jember.
Mirisnya lagi, Aji, begitu panggilan akrabnya, menemukan banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah setelah lulus dari jenjang SMP. Mereka memilih langsung bekerja atau menikah bagi siswa perempuan. Kemampuan finansial keluarga yang terbatas menjadi penyebab utama masalah ini. Jadi jangan berbicara tentang prestasi, sudah sekolah hingga jenjang SMP saja menjadi kemewahan bagi masyarakat sekitar.
“Mengetahui kondisi ini, kami tidak langsung melaksanakan program namun memilih melakukan pendekatan kepada siswa, orang tua dan warga sekitar. Kami berusaha menempatkan diri sebagai kawan ngobrol. Pokoknya jangan sampai deh merasa kita mahasiswa lantas kemudian memandang mereka lebih rendah. Alhamdulillah cara ini berhasil, siswa yang awalnya antipati mulai mau menerima kami,” kata Aji yang asli Banyuwangi ini.
Selain membantu proses belajar mengajar di SMPN 2 Sumberjambe, Aji dan kawan-kawan juga mulai melaksanakan berbagai program lainnya, semisal sosialisasi bahaya pernikahan dini dan pencegahan stunting. Beberapa siswa mulai akrab bahkan menganggap para mahasiswa sebagai kakak mereka. Tak heran saat Aji dan kawan-kawan mengakhiri masa pengabdian mereka dilepas penuh haru. Bahkan hingga kini hubungan baik dengan siswa, guru dan warga berlanjut hingga kini.
“Bagi saya pengalaman berharga mengikuti program Kampus Mengajar Angkatan keempat adalah tersadar betapa beruntungnya saya bisa menuntut ilmu hingga bangku kuliah. Ternyata di sekitar kita masih banyak saudara-saudara kita yang untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMP saja sudah sebuah perjuangan luar biasa. Bagi kawan-kawan sesama mahasiswa, boleh diskusi dan penelitian hingga demonstrasi namun Indonesia membutuhkan aksi nyata. Kalau bukan kita lantas siapa, kalau bukan sekarang lantas kapan?” Ujar mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember ini. (iim)