Kementerian LHK Upayakan Penurunan Gas Rumah Kaca di Sektor Kehutanan dan Energi

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 19 Juli 2019

Indonesia diperkirakan menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 2,8 juta giga ton pada tahun 2030. Untuk itu Pemerintah RI melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berusaha keras menurunkan jumlah angka GRK yang dihasilkan oleh Indonesia ini, hingga berkurang sebanyak 29 persen. Pengurangan produksi GRK Indonesia ini ditargetkan diperoleh dari sektor kehutanan sebanyak 17,2 persen dan sektor energi sebanyak 11 persen. Sementara sisanya merupakan pengurangan GRK dari sektor lain semisal sektor pertanian, limbah dan industri. Komitmen ini sesuai dengan kesepakatan Paris Agreement yang telah ditandatangani oleh Menteri LHK di markas besar PBB tahun 2016 lalu.

Penegasan ini disampaikan oleh Ruandha Agung Sugardiman, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan RI, dalam kegiatan kuliah umum bertema Tantangan Perubahan Iklim Masa Depan : Menstimulasi Upaya Aksi Mitigasi dan Adaptasi Masyarakat Yang Cepat Tanggap Terhadap Perubahan Iklim, yang digelar di aula lantai tiga gedung rektorat dr. R. Achmad hari Jumat (19/7). Kuliah umum dihadiri oleh para akademisi, peneliti lingkungan dan mahasiswa Kampus Tegalboto. Kuliah umum dan diskusi dimoderatori langsung oleh Moh. Hasan, Rektor Universitas Jember.

Upaya penurunan produk GRK di bidang kehutanan ditempuh dengan usaha penanggulangan deforestasi di Indonesia yang angkanya mencapai 600 ribu hektar per tahun menjadi 325 hektar per tahun. Kementerian LHK juga tengah mengusahakan rehabilitasi 12 juta hektar lahan kritis dan restorasi dua juta hektar lahan gambut, serta terus mencegah kebakaran hutan yang menyebabkan bencana asap. “Kementerian LHK menganggarkan 74 persen anggarannya atau setara 3,4 trilyun rupiah sebagai anggaran rehabilitasi lahan di Indonesia,” jelas Dirjen PPI Kementerian LHK di hadapan hadirin yang didominasi oleh mahasiswa Universitas Jember dari Kampus Tegalboto dan Kampus Bondowoso.

Sementara di sektor energi, pemerintah bertekad melaksanakan efisiensi di pemanfaatan energi, penggunaan teknologi batu bara bersih, kewajiban penggunaan bahan bakar nabati sebanyak 30 persen di sektor transportasi, penambahan jaringan dan stasiun pengisian bahan bakar gas, serta yang terbaru kebijakan mobil listrik. “Pengurangan GRK oleh semua negara di dunia sesuai arahan PBB diharapkan mampu mengerem kenaikan suhu dunia hingga hanya berkisar pada 1,5 derajat celcius saja. Sebab jika sudah melampaui angka tersebut maka akan banyak negara yang terkena dampaknya, termasuk Indonesia yang merupakan negara tropis sekaligus negara kepulauan,” ujar Ruandha Agung Sugardiman.

Menurut pria yang menempuh studi lanjut bersama Moh. Hasan di Belanda ini, dampak perubahan cuaca sebenarnya sudah dirasakan di Indonesia, seperti adanya laporan di beberapa kawasan di nusantara dimana untuk tanaman kopi yang biasanya bisa ditanam di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, kini hasilnya tidak optimal. Sehingga petani kopi memilih menanam kopinya di daerah yang memiliki ketinggian lebih tinggi. “Ini artinya merambah hutan konservasi yang berfungsi sebagai cadangan air dan penghasil oksigen, jika hal ini dibiarkan maka makin banyak hutan kita yang beralih fungsi,” imbuh Dirjen yang mulai bertugas sejak Juli tahun 2018 lalu ini.

Dirjen PPI Kementerian LHK ini lantas mengajak dunia perguruan tinggi untuk turut berpartisipasi dalam pengurangan produksi GRK. “Kementerian LHK memiliki Program Kampung Iklim atau Proklim, program yang mendidik dan mempersiapkan masyarakat Indonesia agar mampu beradaptasi dengan perubahan iklim serta usaha mitigasi bencana akibat perubahan iklim. Program-program dalam Kampus Iklim didesain agar mudah diaplikasikan oleh warga semisal memanen air hujan, pembuatan sumur resapan, pembuatan septic tank komunal, bagaimana menjaga hutan dan lainnya. Program-program ini dapat dimulai dengan survey kerentanan iklim di daerahnya masing-masing untuk kemudian diaplikasikan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat,” imbuh Ruandha Agung Sugardiman.

Ajakan Dirjen PPI Kementerian LHK ditanggapi positif oleh Rektor Universitas Jember. Menurut Moh. Hasan, Kampus Tegalboto telah berpengalaman dalam menjalankan berbagai program terkait pengurangan GRK seperti progam Program Mitigasi Bencana Berbasis Lahan yang didukung oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappenas, serta USAID di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan desa penyangganya. “Kami akan mencoba memasukkan Proklim sebagai salah satu tema Kuliah Kerja Nyata di Universitas Jember, sehingga nantinya bakal ada Kuliah Kerja Nyata tematik perubahan iklim,” sambut Moh. Hasan. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content