[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 31 Desember 2019
Ada yang menarik saat Syafri Bahar, Vice President Data Gojek mengunjungi Kampus Tegalboto pertengahan bulan lalu (14/12). Selain memberikan kuliah umum, Syafri Bahar terlibat aktif dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bersama Jean Lowry, Direktur READI (Risk Management, Economic Sustainabilityand Actuarial Science Development in Indonesia) di aula lantai 2 gedung rektorat. Tema yang dibahas bersama pimpinan di Universitas Jember adalah Empowering Higher Education Through Big Data Analitics. Dalam diskusi ini Syafri Bahar menyampaikan kemampuan yang harus dimiliki lulusan perguruan tinggi saat ini, diantaranya siap menghadapi era disrupsi.
Menurutnya masyarakat Indonesia kini makin akrab dengan berbagai aplikasi yang berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kebiasaan ini pun mulai mengubah lanskap kehidupan, dari bepergian hingga belanja barang. Kemajuan TIK juga menghapus sekian banyak pekerjaan lama, tapi sekaligus menciptakan pekerjaan baru. Lantas bagaimana perguruan tinggi harus menghadapi perubahan ini? Lulusan seperti apa yang dibutuhkan agar mampu beradaptasi dengan kondisi ini ? “Lulusan perguruan tinggi diharapkan adaptif terhadap perubahan yang makin kerap terjadi alias disrupsi, wajib melek literasi digital, selain tentunya kompeten di bidangnya,” ungkap Syafri Bahar.
Vice President Data itu kemudian mencontohkan kondisi kerja di Gojek. “Kami memberikan otonomi bagi karyawan untuk mengambil keputusan di bidang tertentu asal sudah melalui prosedur yang ditetapkan dan didukung oleh data. Kira-kira 75 persen keputusan diambil sendiri oleh karyawan tanpa harus selalu berkonsultasi dengan jajaran pimpinan Gojek. Pasalnya dinamika yang terjadi sungguh luar biasa sehingga tentu sulit bagi kami jika semua keputusan harus melalui pembahasan oleh pimpinan Gojek terlebih dahulu. Padahal setiap hari bisa saja ada banyak permasalahan yang timbul dan menuntut solusi secepatnya,” tutur Syafri Bahar yang sempat berkarier selama sepuluh tahun di Belanda sebelum bergabung dengan Gojek.
Pria yang juga matematikawan ini lantas menceritakan suasana kerja di Gojek yang sangat berbeda dengan perusahaan lainnya. “Di Gojek tidak ada jam kerja dan hari libur, karyawan bisa bekerja sesuai keinginannya asal target yang sudah ditetapkan bisa dipenuhi. Kalau mau libur yang libur saja, tapi tentu jika ada masalah yang timbul maka harus segera diselesaikan. Dari pengalaman saya, banyak pelamar ke Gojek yang secara akademis memenuhi syarat namun gagal saat diuji harus menyelesaikan problem yang tidak ada dalam textbook,” imbuh Syafri Bahar. Menurutnya Indonesia masih banyak memerlukan data scientist untuk memenuhi perkembangan industri berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan perusahaan start up (rintisan), kebutuhannya mencapai 600 ribu orang per tahun.
Dalam kesempatan yang sama, Zulfikar, Wakil Rektor I Universitas Jember menegaskan bahwa Universitas Jember telah melakukan banyak hal dalam rangka menyiapkan lulusan yang siap berkompetisi di era Revolusi Industri 4.0. Salah satunya dengan memperkenalkan aplikasi TIK dalam proses belajar mengajar, seperti dengan peluncuran Sistem Informasi Terpadu (Sister) Next Generation yang lebih canggih dan memudahkan mahasiswa pemakainya. “Kami juga berencana memasukkan TIK sebagai salah satu muatan Mata Kuliah Umum sehingga diharapkan semua lulusan Kampus Tegalboto memiliki kemampuan literasi digital. Universitas Jember juga tengah menyusun rencana pembukaan program studi yang terkait data scientist dan program studi aktuaria. Insyaallah prosesnya akan dimulai tahun 2020 nanti,” pungkas Zulfikar. (iim)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]