Indonesia Butuh Strategi Nasional Gastrodiplomasi

Jember, 24 Juli 2020
Indonesia membutuhkan strategi nasional dalam menjalankan gastrodiplomasi. Adanya strategi nasional dalam menjalankan gastrodiplomasi diyakini akan memperkuat national branding dan identity branding Indonesia di mata dunia. Strategi nasional dalam menjalankan gastrodiplomasi ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pemerintah, swasta, dan diaspora Indonesia. Ketiga, perlu adanya kampanye gastrodiplomasi Indonesia yang berkelanjutan. Pernyataan ini disampaikan oleh Arrmanatha Nasir, Duta Besar RI untuk Perancis saat menjadi salah satu pemateri dalam webinar Ambassador Talk Series#1 bertema “Kuliner Nusantara Dalam Gastrodiplomasi Indonesia : Pengalaman Para Duta Besar” yang digelar oleh Pusat Kajian Gastrodiplomasi, Center for Research in Social Sciences and Humanities (C-RiSSH) Universitas Jember, Jumat sore (24/7).


Arrmanatha Nasir lantas mengambil kisah sukses Thailand dalam menjalankan gastrodiplomasi di luar negeri. “Thailand punya strategi bagaimana meningkatkan jumlah restoran Thailand di dunia yang dimulai sejak tahun 2012 lalu. Dan setelah berjalan tiga tahun, ada delapan ribuan restoran Thailand di seluruh dunia dari yang semula hanya lima ribuan saja. Di kota Paris saja ada 87 restoran Thailand, bandingkan dengan restoran Indonesia yang hanya ada lima. Setiap restoran Thailand pun sudah menyajikan masakan yang bahan, jenis dan rasanya telah terstandarisasi,” ungkapnya.
Mantan juru bicara Kemenlu RI ini menyebut banyaknya restoran Thailand di Paris membuat warga negara tempat menara Eiffel ini berada makin mengenal keberadaan negeri Gajah Putih. “KBRI Paris juga rutin mengadakan kegiatan yang menampilkan kuliner Indonesia, dan banyak warga Perancis yang suka. Namun ketika mereka akan mencari masakan Indonesia di Paris maka mereka kesulitan menemukan restoran Indonesia. Jika akan membeli bahan-bahan untuk masakan Indonesia seperti bumbu juga susah karena jarang ada toko yang menjualnya,” kata Arrmanatha Nasir.Pengalaman serupa disampaikan oleh Siti Nugraha Maulidiah, Duta Besar RI untuk Polandia. Menurutnya saat ini makin banyak warga Polandia yang mulai tertarik dengan Indonesia, termasuk makanannya seperti rendang dan nasi goreng. Namun keberadaan restoran dan toko bahan masakan Indonesia di Warsawa sangat terbatas. “Pemerintah perlu mendorong dan membantu pengusaha swasta serta diaspora Indonesia agar mau masuk ke pasar Eropa seperti Polandia karena peluang mempromosikan masakan Indonesia terbuka lebar, baik dalam membuka restoran atau memasok bahan masakan khas Indonesia,” jelasnya.


Keberadaan diaspora Indonesia sebagai aktor gastrodiplomasi diakui oleh Kristiarto Legowo, Duta Besar RI untuk Australia. Menurutnya, keberadaan WNI yang cukup banyak di Australia, baik yang sekolah, bekerja, atau bahkan sudah menjadi warga negara Australia menjadikan restoran Indonesia di benua Kangguru mudah ditemukan. Namun dirinya mengingatkan masakan Indonesia yang akan dipopulerkan hendaknya memenuhi empat syarat agar diterima semua bangsa. “Pertama, harus universal delicious, artinya bisa diterima semua lidah, kedua unik. Lantas disajikan dengan menarik serta jangan lupa harus mempromosikan budaya Indonesia sebagai pembeda dengan makanan dari negara lain,” tutur Kristiarto Legowo.
Sementara itu diplomat senior, Darmansjah Djumala, Duta Besar RI untuk Austria dan Perserikatan Bangsa Bangsa, lebih menyoroti perlunya menciptakan narasi dibalik masakan Indonesia dalam gastrodiplomasi. Menurutnya gastrodiplomasi wajib mengandung national branding and identity branding. Caranya dengan memberikan pemahaman kepada warga dunia apa filosofi dan budaya yang terkandung dalam sebuah masakan. “Indonesia kaya akan beragam masakan yang dibaliknya mengandung nilai-nilai ajaran luhur. Misalnya saja tumpeng yang menyiratkan doa kepada Yang Maha Esa, atau gado-gado yang menceritakan kebersamaan dalam keberagaman. Melalui gastrodiplomasi maka kita bisa menceritakan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang multikultural, toleran, dan moderat,” jelas diplomat yang sudah berdinas 35 tahun di Kemenlu RI ini.


Webinar Ambassador Talk yang menampilkan para Duta Besar RI rencananya akan diadakan secara rutin oleh C-RiSSH Universitas Jember dengan beragam tema. Rencana ini didukung penuh oleh Iwan Taruna, Rektor Universitas Jember yang membuka kegiatan sore itu. “Apresiasi yang tinggi bagi kawan-kawan di C-RiSSH yang telah bekerja keras sehingga mampu mengundang empat duta besar sekaligus dalam sebuah webinar. Universitas Jember berkomitmen mendorong kegiatan webinar yang berkualitas sehingga tetap mampu membangun atmosfer akademik di tengah pandemi Covid-19. Termasuk memberikan penguatan bagi Pusat Kajian Gastrodiplomasi yang menjadi satu-satunya di Indonesia,” kata Iwan Taruna. (iim)

Skip to content