“JEPANG PASCA PERANG DUNIA II: Kiat Bangkit Menuju Masyarakat Maju dan Modern”

Kamis, 15 OKtober 2020, Fakultas Ilmu Budaya mengadakan acara Kuliah Umum secara daring dengan pembicara Susy Ong, Ph.D. dari Universitas Indonesia. Beliau adalah dosen Kajian Wilayah Jepang, Sekolah Kajian Strategik & Global UI yang telah menulis dua buku. Buku pertama berjudul Seikatsu Kaizen: Reformasi Pola Hidup Jepang, sedang buku keduaShakai Kaizo: Seratus Tahun Reformasi Jepang.

Dalam pidato pembukaan, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Dr. Akhmad Sofyan M.Hum. menyampaikan apresiasi kepada Tim Task Force Prodi Bahasa dan Kebudayaan Jepang yang telah berhasil menyelenggarakan dua kegiatan dalam kurun waktu dua tahun. Kegiatan yang pertama, yakni pada tanggal 19 Maret 2019Japan Festival yang merupakan kerjasama antara C-RiSSH dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember dengan ASJI (Asosiasi Studi Jepang di Indonesia) dan Konsulat Jendral Jepang di Surabaya, dihadiri oleh Konjen Jepang Tani Masaki. “Kedua kegiatan ini merupakan semacam kick off kepada masyarakat bahwa FIB sedang mengupayakan lahirnya sebuah Prodi baru yaitu Prodi Bahasa dan Kebudayaan Jepang,” demikian jelas Edy Hariyadi, Ketua Panitia sekaligus Ketua Tim Taskforce.

            Dimoderatori oleh Dr. Agus Trihartono,selama tiga jamSusy Ong menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perubahan perilaku bangsa Jepang Pasca-Perang Dunia II. Perubahan perilaku ini melibatkan banyak elemen masyarakat di Jepang, birokrat, sosiolog, lembaga swadaya masyarakat dari level nasional sampai daerah-daerah, bahkan sampai pada tingkat ibu rumah tangga. Semua upaya dilakukan oleh pemerintah Jepang untuk merekonstruksi mental dan kebiasaan sehari-hari masyarakat Jepang. BirokratJepang percaya, bahwa kekalahan mereka pada Perang Dunia II disebabkan olehmutu pendidikan yang kurang memadai. Maka dilakukan sebuah reformasi pendidikan – jangan hanya hafal mati, tetapi latih untuk melakukan observasi sendiri dan berpikir mandiri – pendidikan harus melibatkan unsur 4H: hand, head, heart, health, yang diadopsi dari pola pendidikan di Amerika.

               Pemerintah lokal melakukanberbagai kampanye dengan menggunakan poster-poster berisi ajakan kepada masyarakat Jepang untuk gemar menabung, ajakan untuk lebih menyayangi anak-anak, bahkan poster-poster yang berisi ajakan untuk menjaga kesehatan keluarga. Para mantan birokrat, ahli home economics, editor majalah dan banyak komponen lain terlibat melakukan kampanye untuk melakukan perbaikan pola hidup.Truk dimodifikasi menjadi kitchen car, bergerak keliling dari kampung ke kampung mengajarkan cara memasak yang baik kepada para ibu.Sosialisasi cara menjahit dan berpakaian sederhana dan keren, menata dapur, toilet dan desain ruang dalam rumah agar nyaman dan higienis (ventilasi dan pencahayaan lebih baik). Juga dilakukan sosialisasi kepada para ibu rumah tangga cara cermat dalam mengatur keuangan rumah tangga.

            Gerakan lain sebagai upaya untuk mengangkat warga Jepang dari keterpurukan adalah kampanye mencatat (seikatsu kiroku undo/ life recording movement). Para sosiolog dan pekerja sosial mendatangi desa terpencil dan pabrik padat karya, mengajarkan dan mengajak para petani miskin, termasuk kaum perempuan yang sebelumnya tidak berani menyatakan pendapat, dan para buruh, untuk mencatat kehidupan mereka sehari-hari; rasa sedih, dendam, frustrasi dsb semua dicatat, kemudian diskusikan dengan teman-temannya. Menurut Susy Ong, kampanye mencatat ini merupakan kesempatan untuk merenung (refleksi), apa sebenarnya masalah yang mereka hadapi (bukan cuma sekedar ‘saya merasa galau’); jika ada perasaan marah, tuliskan; ketika dibaca kembali beberapa waktu kemudian, mereka akan menyadari bahwa itu hanya perasaan sesaat dan  ternyata masalahnya tidak seheboh seperti yang dia anggap waktu itu. Proses mencatat dan sharing ini merupakan proses menuju kedewasaan jiwa. Melalui sharing dengan teman-teman, dengan mengetahui bahwa bukan saya saja yang menderita, maka perasaan akan menjadi lebih ringan. Dengan sharing pengalaman dan diskusi, mereka akan mendapat masukan ide agar menjadi lebih bijak dalam menghadapi permasalahan hidup.

            Saat kuliah umum berakhir pada pukul 12.00,sekitar 350 peserta  masih bertahan menyimak di  aplikasi Zoom maupun di channel YouTube. Peserta menyatakan senang dan puas mengikuti acara ini. Pengalaman negara Jepang Pasca-Perang Dunia II ini memberi inspirasi, bahwa perubahan sebuah negara tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, namun perlu sebuah upaya bersama. Perubahan perilaku hidup disiplin, toleransi dan bekerja keras harus menjadi semangat bersama untuk membangun bangsa.

Kontributor: L. Dyah Purwita, Dosen FIB-UNEJ

Skip to content