Jember, 17 Desember 2021
Sekar telah menikah dengan Galang selama dua tahun, tapi pernikahan atas dasar perjodohan ini hambar karena cinta Galang kepada Sekar hanya bertepuk sebelah tangan. Pasalnya Sekar sebenarnya masih mencintai Widhi, kekasihnya. Lantas bagaimana pergulatan batin ketiga anak manusia ini ? Bagaimana mereka memandang cinta ? Apakah cinta harus memadukan sisi rasa dan rasio ? Kisah ini diramu oleh sutradara sekaligus penulis naskah, M. Zamroni, dosen Program Studi Televisi dan Film (PSTF) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember yang tayang perdana di Kota Cinema Mall (KCM) Jember pada Kamis malam (16/12).
Menurut sang sutradara, M. Zamroni, ide film Sekar, A Flower That Bloom sudah ditulisnya sejak tahun 2014 lalu namun baru terwujud pada tahun ini. Banyak hal yang menjadikan pertimbangan baginya sampai harus menunggu hingga hampir tujuh tahun untuk memulai pengambilan gambar. Diantaranya kesulitan menemukan pemain yang pas dengan tiga karakter utama yang diciptakannya. Apalagi kemudian pandemi Covid-19 melanda, bahkan memaksa M. Zamroni melaksanakan casting pemain secara daring pula.
“Ide film ini berasal dari banyak keputusan dalam hidup yang didasarkan pada kebenaran rasa. Di sisi lain realitas sering berjalan di atas kebenaran rasio. Meskipun demikian persoalannya bukanlah mana yang paling benar. Namun, semampu apa kita memikul kebenaran yang kita yakini, termasuk dalam problema asmara yang dihadapi Sekar, Galang dan Widhi,” tutur M. Zamroni saat diskusi seusai pemutaran film Sekar. Hadir dalam pemutaran perdana ini Rektor Universitas Jember, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jember, jajaan dekatan FIB serta pemerhati film di Jember dan sekitarnya.
M. Zamroni menambahkan, proses pembuatan film Sekar melibatkan banyak pihak, dari dosen, mahasiswa, alumnus PSTF FIB hingga mahasiswa dari fakultas lain di Universitas Jember. Termasuk melibatkan pegiat film dan pelaku dunia kreatif di Jember dan sekitarnya. “Misalnya saja dalam film ini ada kawan-kawan yang sengaja menciptakan dua lagu sebagai sound track film Sekar. Jadi sebenarnya film ini juga adalah perwujudan Indikator Kinerja Utama dari PSTF FIB karena melibatkan banyak pihak,” ujar M. Zamroni berseloroh.
Sementara itu Rektor Universitas Jember memuji karya dosen PSTF ini, menurutnya adanya film Sekar akan menambah semarak dunia kreatif di Jember, khususnya dunia perfilman lokal. Kedua, film yang digarap dengan memasukkan unsur potensi lokal khususnya keindahan alam pantai selatan Jember ini diharapkan menjadi promosi bagi Jember. “Tapi ada hal yang menjadi pertanyaan bagi saya, mengapa yah pasangan Galang dan Sekar tinggal di rumah gaya tahun 80-an, lengkap dengan perabot dan mobil tua dan bukannya tinggal di perumahan yang lebih sesuai dengan generasi milineal,” tanya Iwan Taruna memantik diskusi lebih lanjut.
Dukungan selanjutnya dari rektorat adalah lampu hijau atas kegiatan festival film yang akan digelar oleh Himpunan Mahasiswa PSTF atau HIMAFISI. Kegiatan festival film perlu digelar untuk membangun ekosistem perfilman di Jember. Dukungan juga datang dari Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jember, Debora Kresnowati. “Saya berharap agar ada film lain seperti Sekar yang turut menampilkan destinasi wisata beserta budaya khas Jember. Oleh karena itu kami siap bersinergi dengan Universitas Jember khususnya kawan-kawan dari Fakultas Ilmu Budaya,” ungkap Debora Kresnowati.
Lantas bagaimana nasib kisah asmara Sekar, Galang dan Widhi ? Apakah Sekar dan Galang bakal bertahan berumah tangga walau tanpa cinta ? Atau justru Widhi yang akan masuk ke pusaran problema yang seakan tak berujung ini ? Selengkapnya bisa ditonton di Kota Cinema Mall Jember. (iim)