Komisioner Komnas HAM RI : UU Nomor 26 Tahun 2000 Perlu Dievaluasi

Jember, 22 April 2022
Semenjak diundangkannya pada dua puluh dua tahun yang lalu, Undang-Undang (UU) Nomor 26 tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), yang dibuat sebagai pintu masuk penegakan HAM di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu yang mengemuka adalah banyaknya permasalahan dalam upaya melaksanakan pengadilan HAM, seperti kewenangan penyelidik dan penyidik, hukum acara dan hukum pembuktian materi yang perlu dibenahi hingga belum adanya koordinasi yang baik diantara penegak hukum. Padahal pengadilan HAM kini menjadi satu-satunya sarana penyelesaian pelanggaran HAM setelah keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sesuai amanah Undang-Undang Nomor 27 tahun 2004 ditolak Mahkamah Konstitusi RI. Oleh karena itu, perlu evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan UU Nomor 26 tahun 2000 agar mampu menjawab tantangan perkembangan jaman.

Pendapat ini dilontarkan oleh Komisioner bidang Hubungan Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Amiruddin Al Rahab, saat menjadi pemateri dalam kegiatan diskusi menjelang berbuka puasa bertema “Masa Depan Peradilan HAM” yang diadakan oleh The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration (CHRM2) Universitas Jember di aula lantai III gedung Rektorat dr. R. Achmad Universitas Jember hari Kamis sore (21/4). Selain berdiskusi dengan peneliti HAM dari CHRM2 dan Pusat Studi Gender Universitas Jember, sore itu Komnas HAM RI menandatangani perjanjian kerja sama dengan CHRM2 dengan disaksikan Rektor Universitas Jember.

Menurut Amiruddin Al Rahab, ada tiga faktor yang membuat UU Nomor 26 tahun 2000 perlu dievaluasi. Pertama, UU nomor 26 tahun 2000 yang muncul setelah reformasi melanda Indonesia disusun sesegera mungkin dengan banyak keterbatasan mengingat semangat saat itu untuk secepatnya membereskan berbagai pelanggaran HAM yang ada. Kedua, keberadaan undang-undang tersebut dinilai belum menghadirkan keadilan HAM bagi para korban. “Ketiga, pembahasan, diskusi dan pengkajian terhadap Undang-undang nomor 26 tahun 2000 dan permasalahan HAM kini dirasa mandeg, oleh karena itu Komnas HAM RI menggandeng dunia perguruan tinggi seperti Universitas Jember agar ada ide dan gagasan baru terkait penegakan HAM di Indonesia,” ungkap Amiruddin Al Rahab.

Komisioner Komnas HAM RI bidang eksternal lantas menambahkan, masa dua puluh tahun bagi sebuah undang-undang sudah pantas untuk mendapatkan evaluasi mengingat dalam rentang masa itu pasti ada perkembangan, perkembangan dan tuntutan baru di berbagai bidang, khususnya penegakan HAM. “Oleh karena itu kami menggandeng dunia kampus seperti Universitas Jember khususnya CHRM2 dan Pusat Studi Gender untuk bekerjasama dalam mengarus utamakan HAM bagi mahasiswa, supaya nantinya lahir pejuang-pejuang HAM baru,” tutur Amiruddin Al Rahab.

Paparan Komisoner Komnas HAM RI bidang eksternal mendapatkan tanggapan dari Ketua CHRM2 Universitas Jember, Al Khanif. Menurutnya, salah satu persoalan mendasar dalam pelaksanaan pengadilan HAM adalah kewenangan penyelidikan dan penyidikan terkait kejahatan HAM berat. “Kewenangan menyelidiki ada di Komnas HAM RI, sedangkan penyidikan ada di Kejaksaan Agung. Dalam beberapa kasus pelanggaran HAM, hasil penyelidikan Komnas HAM RI diajukan ke Kejaksaan Agung namun selalu dinilai belum lengkap sehingga gagal masuk ke pengadilan HAM. Oleh karena itu evaluasi Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 mendesak dilakukan, agar tugas dan peran tiap unsur penegak hukum menjadi jelas,” ungkap Al Khanif.


Sebelum acara diskusi, dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Komnas HAM RI dengan CHRM2 Universitas Jember yang meliputi bidang pendidikan, riset dan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang HAM. Dalam sambutannya, Rektor Universitas Jember menyambut gembira jalinan kerjasama ini, pasalnya kerjasama ini bakal memperkuat sinergi kedua pihak yang sudah ditandai dengan penandatanganan MoU pada tahun 2021 lalu. “Termasuk mendukung rencana Universitas Jember membuka Program Studi Magister HAM yang tengah berproses di Kemendikbudristek,” ujar Iwan Taruna. (iim)

Skip to content