Jember, 28 April 2022
Di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, ummat muslim sedunia bergiat meningkatkan ibadah. Apalagi dipercaya bahwa malam lailatul qadar, malam seribu bulan dan malam kemuliaan bakal turun di malam-malam bilangan hari ganjil. Tak heran kemudian ada orang yang lantas bertanya kapan tepatnya lailatul qadar akan turun? Bagaimana tanda-tanda malam lailatul qadar itu? Dan beragam pertanyaan sejenis. Menurut Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LDNU PBNU), KH. Abdullah Syamsul Arifin, sebaiknya kita tidak lantas terjebak pada pertanda fisik belaka namun yang lebih penting mengambangkan kerangka makna terkait konsep lailatul qadar. Namun yang pasti, mereka yang menerima malam lailatul qadar adalah penebar kedamaian.
Menurut KH. Abdullah Syamsul Arifin atau yang akrab disapa Gus Aab, mendapatkan malam lailatul qadar adalah dambaan semua muslim mengingat pahalanya setara mengerjakan ibadah selama seribu bulan. “Namun jangan lantas terjebak kemudian hanya fokus ibadah pada akhir bulan Ramadan saja. Ibaratnya, lailatul qadar itu tamu agung yang akan datang, maka kita yang akan kedatangan tamu wajib mempersiapkan semenjak awal. Hanya mereka yang mempersiapkan kedatangan sang tamu agung dengan serius yang akan disapa bahkan memperoleh keberkahan dari sang tamu agung tadi. Artinya, mereka yang semenjak awal bulan Ramadan mempersiapkan diri dengan berbagai ibadah yang akan berpeluang besar mendapatkan lailatul qadar,” jelasnya saat menjadi penceramah dalam kegiatan siraman rohani keluarga besar Universitas Jember di Masjid Al Hikmah (28/4).
Pria yang juga dosen di UIN Khas Jember ini lantas menyitir bagian akhir surah Al Qadr, salamun hiya hatta matla’il fajr. “Ada kata salam yang berarti damai. Jadi mereka yang sudah mendapatkan keberkahan malam lailatul qadar salah satu tandanya adalah suka menebarkan kedamaian kepada sesama muslim, bahkan kepada mereka yang berbeda keyakinan. Orang yang mendapatkan lailatul qadar memberikan dampak positif bagi lingkungannya. Jika mereka menjadi pemimpin, maka setiap keputusan dan kebijakannya memberikan kedamaian. Mereka ini menebarkan kedamaian di dunia hingga fajar kehidupan mereka tenggelam atau meninggalkan dunia ini,” urai Gus Aab.
Sementara itu dalam sambutannya, Rektor Universitas Jember berpesan kepada seluruh keluarga besar Universitas Jember yang akan cuti bersama untuk memanfaatkan secara maksimal fasilitas yang diterima dari pemerintah. Adanya cuti bersama menurut Iwan Taruna harus dimanfaatkan sebagai kesempatan memperbanyak ibadah. Termasuk menggunakan Tunjangan Hari Raya (THR) yang sudah diterima untuk bershodaqoh, serta membelanjakannya secara bijaksana seperti digunakan untuk pengembangan perekonomian daerah.
“Selamat mudik bagi kawan-kawan yang akan mudik ke kampung halaman, tetap berhati-hati dan selalu mentaati protokol kesehatan. Mewakili keluarga besar Universitas Jember saya menyampaikan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Dan jangan lupa patuhi ketentuan pemerintah untuk kembali masuk kerja sesuai aturan, tentu dengan semangat baru,” ujar Iwan Taruna. (iim)