Jember, 25 Oktober 2023
Universitas Jember mendapatkan tambahan lima guru besar lagi. Pertama, Prof. Dr. Ir. Sugeng Winarso, MSi., yang merupakan guru besar bidang Kesuburan Tanah di Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Sementara itu ada empat profesor baru dari Fakultas Teknik (FT). Mereka adalah Prof. Ir. Mahros Darsin, M.Sc., Ph.D. Guru Besar Teknik Manufaktur di Program Studi Teknik Mesin. Kemudian tiga profesor baru dari Program Studi Teknik Sipil yakni Prof. Dr. Ir. Gusfan Halik, ST., MT., Guru Besar Teknik Hidrologi. Prof. Dr. Ir. Entin Hidayah, M.UM. Guru Besar Teknik Tata Kelola Sumber Daya Air. Dan Prof. Ir. M. Farid Ma’ruf, ST., MT., Ph.D., Guru Besar Geotek Karakteristik dan Pemodelan Tanah.
Kelimanya dikukuhkan sebagai profesor oleh Ketua Senat bersama Rektor Universitas Jember dalam sebuah upacara yang digelar di Gedung Auditorium hari Rabu, 25 Oktober 2023. Dengan tambahan lima guru besar baru, kini Universitas Jember memiliki 66 guru besar. Jumlah ini akan bertambah, mengingat masih ada delapan dosen yang jabatan guru besarnya sudah turun dan menunggu untuk dikukuhkan dalam waktu dekat. Sehingga di tahun 2023 ini Universitas Jember memiliki 74 guru besar.
Dalam pidato pengukuhannya, Rektor Universitas Jember bersyukur mendapatkan tambahan guru besar baru. Tambahan guru besar menjadi modal bagi kampus Tegalboto untuk bersaing di tataran nasional bahkan internasional. Para guru besar diharapkan memacu riset dan menjadi panutan bagi koleganya. Sehingga makin banyak dosen di Universitas jember yang meraih jabatan guru besar.
“Tambahan guru besar ini akan menjadi energi bagi bahtera Universitas Jember dalam mengarungi lautan akademis guna berlayar menuju pulau perguruan tinggi yang berkualitas dunia,” tutur Iwan Taruna mengibaratkan pengukuhan guru besar hari ini.
Menariknya ada benang merah yang menyatukan kelima guru besar yang dikukuhkan. Semua guru besar baik dari Fakultas Pertanian maupun Fakultas Teknik menyoroti tema besar pelestarian alam. Tema yang diangkat ini sudah sesuai dengan visi Universitas Jember yang ingin menjadi perguruan tinggi yang unggul dalam pengembangan sains, teknologi, dan seni sembari tetap berwawasan lingkungan.
Sesuai tradisi dalam upacara pengukuhan guru besar, maka setiap profesor membacakan pidato ilmiah yang berkaitan dengan keilmuan yang diampunya. Orasi ilmiah pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Sugeng Winarso, MSi., dengan judul orasi ilmiah “Kesuburan Tanah Untuk Sumber Pangan dan Layanan Lingkungan.”
Prof. Dr. Ir. Sugeng Winarso, MSi., menyoroti kesuburan tanah kita yang makin menurun. Padahal tanah adalah modal utama bagi dunia pertanian dan perkebunan yang hasil produksinya menghidupi ummat manusia. Tanpa tanah yang subur maka pertanian dan perkebunan yang baik tak akan terwujud dan dipastikan maka manusia bakal kekurangan pangan. Sayangnya tanah masih dianggap benda ‘mati’ belaka !
“Padahal dalam satu gram tanah mengandung milyaran mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan lainnya. Tanah juga rumah bagi air, maka tak heran ada frasa tanah air yang menjadi lokasi hidup dan menghidupi sebuah bangsa. Dimana ada tanah air maka di situ ada kehidupan. Maka sudah seharusnya paradigma kita terhadap tanah harus diubah,” ungkap dosen yang hobi melukis ini.
Paradigma baru dalam memandang arti tanah ini diwujudkan dengan memaknai tanah dengan melihat lima dimensinya. Pertama tanah dengan kemampuannya yang melihat kondisi fisik tanah. Kedua dari kondisi kesehatan tanah. Ketiga melihat nilai tanah yang artinya terkait sosial ekonomi. Keempat melihat tanah melalui konektivitasnya dengan bidang kehidupan lain serta kelima, melihat faktor hukum dari tanah atau kodifikasi tanah.
“Saat ini yang mendesak adalah mengembalikan kesuburan tanah, dari hasil penelitian saya kondisi fisik, kimia dan biologi tanah kita sudah menurun. Salah satu cara adalah dengan mengurangi pemakaian pupuk anorganik dan meningkatkan pemakaian pupuk organik,” ujar profesor pertama di Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian ini.
Kesempatan kedua menjadi milik Prof. Ir. Mahros Darsin, M.Sc., Ph.D., dengan judul orasi ilmiah “Peran Teknologi Manufaktur Dalam Peradaban Manusia Terutama Bagi Masyarakat Agroindustri”. Dosen di Program Studi Teknik Mesin ini memiliki perhatian terhadap Green Machinery. Salah satunya dilakukan dalam riset terkait bagaimana mewujudkan permesinan yang lebih ramah lingkungan. Seperti diketahui dalam industri mesin jamak dilakukan pembubutan yakni proses pemotongan bahan metal untuk membentuk perkakas tertentu.
“Biasanya pembubutan menggunakan peralatan mesin bubut yang dilengkapi minyak tertentu sebagai pelumas yang biasa dikenal sebagai cutting flood. Biasanya operator mesin bubut memberikan minyak saat membubut guna mengantisipasi mesin bubut mengalami panas berlebihan. Problemanya, minyak cutting flood memiliki kandungan bahan tertentu seperti klor yang berpotensi mengganggu kesehatan operator,” jelas Prof. Mahros Darsin.
Salah satu cara mengurangi efek negatif adalah dengan menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan minyak cutting flood. Selain aman bagi kesehatan dan lebih ramah lingkungan, penggunaan minyak nyamplung diharapkan mendorong pemanfaatan tanaman nyamplung yang banyak ada di wilayah Jember dan Tapal Kuda.
Terobosan green machinery selanjutnya yang dilakukannya adalah pembuatan peralatan menggunakan mesin cetak tiga dimensi (printer 3D) dengan metode Fused Deposition Modelling (FDM). Seperti yang sudah dicoba oleh Prof. Mahros Darsin dengan membuat implan tubuh. Pasalnya kebutuhan implan tubuh di dunia kesehatan sangat besar. Implan ini digunakan semisal dalam penyembuhan patah tulang, luka akibat kecelakaan maupun penyakit lainnya.
“Biasanya bahan implan yang umum digunakan adalah titanium yang tidak berkarat sehingga tidak memiliki dampak bagi tubuh. Namun pembuatannya memerlukan proses yang rumit dan ongkos produksinya mahal. Salah satu alternatif pembuatan implan adalah menggunakan printer 3D dengan metode FDM yang bisa menekan biaya produksi,” kata profesor asal Magetan ini.
Sementara itu dalam orasi ilmiahnya Prof. Dr. Ir. Gusfan Halik, ST., MT., guru besar bidang Teknik Hidrologi, mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga dan melestarikan air. Pasalnya saat ini krisis air sudah melanda dunia baik untuk air bersih maupun untuk kebutuhan dasar lainnya. Penyebabnya bisa beragam, karena fenomena perubahan iklim, berubahnya peruntukan lahan serta kebijakan dan gaya hidup yang tidak mendukung pelestarian air.
“Perubahan iklim itu sudah nyata, misalnya saja membuat musim jadi tak tentu lagi. Maka kita lihat ada wilayah yang kemarau tanpa air, namun di belahan lain dunia justru air melimpah hingga kebanjiran. Petani pun kebingungan menentukan kapan akan memulai bertanam ?” Begitu urai guru besar asal Pamekasan Madura ini. Peringatan agar menjaga dan melestarikan air dituangkannya dalam orasi ilmiah berjudul “Asesmen Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Berbasis Kecerdasan Buatan”.
Oleh karena itu Prof. Gusfan Halik memberikan solusi dalam menjaga kelestarian air sekaligus sebagai upaya mitigasi bencana yang menyertainya. Yakni dengan memanfaatkan kecanggihan Artificial Intelligence (AI) untuk memprediksi ketersediaan air. Diantaranya dengan sistem Dynamic Downscalling dan Statistical Downscalling. Sementara untuk memprediksi ketersediaan air di waduk menggunakan Wavelet Support Vector Machine.
Selanjutnya dengan menggalakkan gerakan konservasi air, cara yang mudah diantaranya dengan menabung air. “Menabung air ini bisa dilakukan dengan membuat biopori, kolam resapan hingga embung. Prinsipnya air hujan harus masuk ke tanah. Selain guna menabung air juga menjadi langkah mitigasi bencana,” katanya lagi.
Ketiga adalah pembuatan kebijakan yang pro pada pelestarian air. Seperti pembuatan aturan perundangan yang melindungi alam seperti adanya Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang menjamin daerah hijau sebagai tangkapan air tidak berubah menjadi rimba beton. Pelestarian wilayah sumber mata air dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemeliharaan secara teratur bangunan air seperti irigasi dan sungai, adanya aturan konservasi air di fasilitas gedung dan perumahan serta literasi pentingnya menjaga air bagi masyarakat.
“Hal ini penting bagi Jember yang dikenal sebagai wilayah pertanian dan perkebunan. Jika ketersediaan air tidak dijaga maka pasti akan berdampak bagi bidang pertanian dan perkebunan kita,” tutur Prof. Gusfan Halik.
Selanjutnya tampil Prof. Dr. Ir. Entin Hidayah, M.UM., dengan orasi ilmiah berjudul “Manajemen Sumber Daya Air Dengan Kendala Keterbatasan Data”. Jika koleganya Prof. Gusfan Halik menyoroti ketersediaan air, maka Prof. Entin Hidayah fokus pada bagaimana mengantisipasi banjir dengan cara manajemen sumber daya air yang tepat yang berbasis pada data.
Menurutnya, ada enam teknik inovatif yang dilakukan dalam manajemen sumber daya air. Dengan disagregasi hujan untuk memprediksi banjir, pemetaan genangan banjir dengan citra Unmanned Aerial Vehicle (UAV), pemetaan banjir cepat dengan romote sensing serta asesmen banjir genangan dan banjir bandang berbasis data spasial.
Keempat teknik tadi diimbangi dengan konservasi alam semisal perencanaan drainese di perkotaan berwawasan lingkungan dengan metode low impact development. Serta pada sisi pemanfaatan air dengan penentuan Pembangkit Listrik Tenaga Air di daerah yang tepat menyesuaikan Daerah Aliran Sungai.
Uniknya, pilihan mendalami tata kelola sumber daya air tak lepas dari pengalaman hidupnya. “Saya lahir dan besar di daerah Bengawa Jero Lamongan yang merupakan bagian dari Bengawan Solo. Daerah yang kerap dilanda banjir kala musim hujan akibat air dari Bengawan Jero tak bisa masuk ke Bengawan Solo. Kondisi ini menginspirasi saya untuk menjadi insinyur di bidang tata kelola sumber daya air,” kata Prof. Entin Hidayah.
Terakhir ada Prof. Ir. M. Farid Ma’ruf, ST., MT., Ph.D., yang diantara kelima guru besar yang dikukuhkan adalah yang termuda. Dalam orasi ilmiah berjudul “Adaptasi Dunia Geoteknik Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi” pria asal Kediri ini menyoroti dunia geoteknologi dan kaitannya dengan data serta Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (TIK).
“Geoteknik adalah ilmu di teknik sipil yang mempelajari sifat-sifat fisik dan mekanik material geologi seperti tanah dan batuan, serta penggunaan material tersebut untuk konstruksi. Maka jika ada gedung yang retak karena penurunan muka tanah maka itu salah satu kajian kami,” ujar pria yang pada tahun 2019 hingga 2022 bertugas sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur.
Menurut Prof. M. Farid Ma’ruf, salah satu potensi penyebab kegagalan bangunan adalah minimnya data tanah dan data pendukungnya di sebuah wilayah. Sering kali pembangunan sebuah gedung atau fasilitas tidak diikuti dengan penyebaran informasi mengenai data tanah dan data gedung tadi. Oleh karena itu sebuah proyek pembangunan harus meneliti dari nol karena kontraktor tidak memiliki data tanah.
“Oleh karena itu sudah saatnya dibangun sebuah basis data tanah yang bisa diakses seluruh pemangku kepentingan di sebuah wilayah. Kedua, adanya basis data ini akan memudahkan bagi para praktisi teknik sipil dalam membangun sebuah gedung atau fasilitas lainnya. Bahkan seorang tukang pun tidak akan salah dalam membangun rumah sehingga tak ada lagi cerita tembok retak karena salah kalkulasi,” jelas Prof. M. Farid Ma’ruf.
Ketiga, hendaknya praktisi teknik sipil mulai memanfaatkan kecanggihan TIK bahkan Artificial Intellegence guna mendukung kerja ahli geoteknik. Dalam pengalamannya, penggunaan beragam aplikasi seperti pemodelan geoteknik akan mengurangi potensi kesalahan dalam penyediaan data tanah. (iim)