Fakultas Pertanian UNEJ dan BRIN Gelar Jaring Aspirasi, Bahas Tata Kelola Pupuk dan Distribusi Panen di Era Swasembada Pangan Prabowo Subianto

Jember, 19 Mei 2025
Fakultas Pertanian Universitas Jember (FAPERTA UNEJ) bersama Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa, dan Konektivitas – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menggelar kegiatan Jaring Aspirasi bertajuk “Penguatan Tata Kelola Pupuk Subsidi dan Distribusi Transportasi Panen Padi Guna Mendukung Program Swasembada Pangan Era Presiden Prabowo Subianto.” di Aula Fakultas Pertanian UNEJ (19/05/2025), sebagai persembahan nyata untuk negeri melalui kolaborasi riset dan pengabdian kepada masyarakat.

Kegiatan yang melibatkan petani, penyuluh, akademisi, pemerintah daerah, TNI dan pelaku industri pertanian ini bertujuan menghimpun aspirasi dan permasalahan di lapangan, khususnya dalam aspek distribusi pupuk bersubsidi dan persoalan pasca-panen padi. Hal ini menjadi penting dalam merespons visi besar Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai kembali swasembada pangan nasional secara berdaulat.

Dalam sambutannya, Prof. M. Rondhi, S.P., M.P., Ph.D., Dekan Fakultas Pertanian UNEJ, menyampaikan bahwa swasembada pangan hanya dapat dicapai apabila dua aspek fundamental pertanian, yaitu input produksi dan distribusi hasil, diperbaiki secara sistematis dan adil. “Pupuk subsidi sering menjadi polemik tahunan petani. Masalah distribusi, ketepatan sasaran, serta ketersediaan pupuk saat masa tanam, perlu dibenahi agar tidak mengganggu produktivitas. Kami berharap kegiatan ini menjadi wadah artikulasi kebijakan berbasis bukti,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Prof. Rondhi menekankan pentingnya kolaborasi antar-lembaga riset, akademisi, dan pelaku kebijakan dalam mempercepat penguatan sistem pertanian nasional. “Kegiatan ini bukan hanya forum diskusi, tapi menjadi titik tolak perumusan naskah kebijakan yang akan kami dorong ke level kementerian dan pemerintah pusat,” tegasnya.

Sementara itu, Arditya Wicaksono, S.P., M.S.i., Peneliti BRIN sekaligus Ketua Kelompok Riset Konektivitas Ruang Wilayah, menyampaikan bahwa tata kelola pupuk subsidi saat ini membutuhkan integrasi data spasial dan digitalisasi distribusi. “Distribusi pupuk dan hasil panen harus berbasis geospasial dan responsif terhadap kebutuhan petani di lapangan. Kami tengah mengembangkan dashboard monitoring yang dapat digunakan oleh pemda dan kementerian pertanian,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tantangan distribusi pasca-panen seperti keterbatasan armada, minimnya gudang penyimpanan, serta infrastruktur jalan yang tidak memadai di wilayah sentra produksi padi. Menurutnya, semua elemen ini jika tidak segera dibenahi akan menjadi penghambat pencapaian swasembada pangan di era pemerintahan baru.

Diskusi ini juga memunculkan masukan dari para pelaku lapangan, termasuk perwakilan petani yang mengeluhkan soal harga eceran tertinggi (HET) pupuk yang tidak sesuai di pasaran, hingga kesulitan mendapatkan transportasi saat panen raya. Selain itu, usulan untuk membentuk clearing house atau pusat koordinasi distribusi pupuk dan hasil panen berbasis universitas juga mengemuka.(is)