[:id]Diskusi Diakhiri Lebih Cepat, Gara-Gara Banjir Datang[:]

[:id][vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 11 Januari 2018

Program Mitigasi Berbasis Lahan yang dilaksanakan oleh Universitas Jember semenjak Maret 2017 telah memasuki salah satu tahapan penting, yakni penanaman bibit pohon di lahan rehabilitasi seluas 255 hektar di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Targetnya, program yang didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappenas, ICCTF, USAID serta TNMB ini akan mampu mengembalikan kondisi lahan seperti semula, sekaligus memberikan bekal ketrampilan bagi petani di Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo agar mandiri sehingga tidak lagi merambah hutan.

 

Bulan September 2017 lalu, tim peneliti Universitas Jember mulai membagikan bibit pohon durian, langsep, pakem dan kemiri kepada para petani penggarap secara bertahap. Harapannya, petani dapat menjaga tanaman tersebut hingga pada saatnya nanti saat panen tiba, petani pula yang mengambil hasilnya. Selama menunggu panen, petani juga diberikan bibit tanaman cabe jawa, dan tanaman obat lainnya yang dapat diolah menjadi berbagai produk yang dapat dijual. Untuk mengevaluasi proses pembagian dan penanaman bibit pohon, tim peneliti Universitas Jember mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan petani, TNMB dan pihak pemerintah desa di Balai Desa Wonoasri (11/1). Berikut hasil liputan Tim Humas Universitas Jember yang beranggotakan Iim Fahmi Ilman, Khalida Adilah dan Adelia Firdausi.    

 

            “Kami telah membagikan total 92.324 bibit pohon durian, langsep, pakem dan kemiri secara bertahap, pada bulan September 2017 sebanyak 23.456 bibit pohon untuk lokasi Curah Malang 1 dan 2, serta Bonangan 5 hingga 7. Sementara di bulan November 2017 ada dua kali pembagian, 34.440 bibit pohon buah untuk lokasi Donglo 1 dan 2, serta Bonangan 1 hingga 4. Pembagian bibit terakhir sebanyak 34.428 bibit pohon diperuntukkan lokasi Pletes 1 hingga 5,” jelas Wachju Subchan, koordinator program Mitigasi Berbasis Lahan Universitas Jember, di  sela-sela acara FGD. Keseluruh bibit pohon tadi ditanam di lahan seluas 255 hektar. Wachju yang juga Wakil Rektor II Universitas Jember ini menurut jadwal akan menyampaikan materi diskusi.

Pada kesempatan sebelumnya, Agus Setyabudi, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Ambulu, membeberkan data dan fakta, khususnya antara bibit pohon yang diberikan dengan yang ditanam. Dengan nada sedikit kecewa, Agus mengabsen satu-persatu petani yang telah mendapatkan bibit pohon. “Bagaimana ini Bapak-Bapak,…antara yang diberikan dengan yang ditanam kok gak klop,” kata Agus sambil sesekali melihat kertas berisi data. Agus pantas gusar, sebab di catatan yang dimilikinya dari hasil pengecekan di lapangan, masih banyak bibit pohon yang tidak ketahuan rimbanya. Bisa jadi karena mati, ditanam di lahan lain atau malah hilang.

            Agus menengarai, masih ada keengganan di sebagian kecil kalangan petani untuk menanami kembali lahan rehabilitasi. Pasalnya jika lahan yang selama ini dikelolanya ditanami tanaman pokok seperti durian atau kemiri, maka peluang untuk menggarap lahan dengan menanami jagung atau padi gogo bakal menipis. “Petani merasa sumber penghidupannya bakal habis jika program ini berjalan, padahal selama penanaman bibit tanaman pokok, mereka kita berikan bibit cabe jawa yang dapat dimanfaatkan, belum lagi nanti pada saat panen, buahnya untuk petani. Universitas Jember juga sudah memberikan berbagai pelatihan yang kami harapkan menjadi sumber penghasilan. Memang perlu waktu untuk menuai hasilnya, sementara desakan ekonomi tidak bisa ditahan. Di lain sisi kami harus jujur dengan terbatasnya sumber daya manusia, tidak mungkin mengawasi lahan seluas itu tanpa kerjasama dengan petani penggarap,” tutur Agus lagi.

Lahan hutan memang peruntukannya bukan untuk ditanami padi atau jagung, jika hal ini dibiarkan maka bisa dipastikan membawa efek negatif dalam jangka panjang. Dan benar saja, belum lagi diskusi berakhir, seorang petani datang membawa kabar bahwa lahan di lokasi Pletes dilanda banjir. Sontak para petani peserta FGD yang menggarap lahan di lokasi Pletes bergegas meninggalkan balai desa. Mereka berniat melihat kondisi tanamannya masing-masing. Memang semenjak pagi hari, hujan deras melanda Jember. Akhirnya kegiatan FGD pun diakhiri sebelum waktunya. “Memang jika hujan deras, banjir kerap melanda terutama di daerah selatan TNMB,” kata Sugeng Riyadi, Kepala Desa Wonoasri.

Sementara itu menurut Hari Sulistyo, salah satu peneliti Universitas Jember, program Mitigasi Berbasis Lahan memang bertujuan untuk meminimalisir bencana semisal banjir. “Satu pohon berukuran 30 hingga 50 sentimeter saja mampu menyerap dan menyediakan air di tanah  sekitar 19 liter atau satu galon, bahkan pohon yang sudah besar mampu menyerap air hingga 60 galon. Jadi bisa dibayangkan jika hutan gundul, maka tidak ada lagi yang menahan dan menyerap air hingga banjir pun tidak terelakkan lagi,” ujar dosen di Program Studi Biologi FMIPA Universitas Jember ini.

Hari lantas menambahkan, setiap bibit pohon yang diberikan kepada petani memang harus didata, selain sebagai bentuk pertanggujawaban kepada pemberi dana, pendataan berfungsi untuk mengetahui berapa jumlah serapan karbon. “Jika semua bibit pohon diberikan kepada petani ditanam dengan baik, maka kami perkirakan mampu menyerap 1,6 juta ton karbondioksida, sementara target untuk Jawa Timur sendiri untuk tahun ini adalah mampu menyerap 6 juta ton karbondioksida. Jadi rehabilitasi lahan di TNMB memang krusial,” imbuh Hari Sulistyo.

Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti Universitas Jember bekerjasama dengan TNMB bakal mengintensifkan komunikasi dengan para petani dengan berbagai cara, salah satunya dengan pertemuan rutin dengan petani. Sebab pada dasarnya para petani juga memiliki niatan untuk menjaga hutan TNMB, seperti yang disampaikan oleh Tronjo, salah seorang petani. “Saya memperoleh 240 bibit pohon untuk ditanam di lahan seluas setengah hektar di lokasi Bonangan yang saya garap. Lahan tadi saya tanami padi gogo, kacang tanah dan sedikit jagung. Saya setuju jika tanaman pokok harus diutamakan, namun kadang bibit pohon yang kami tanam mati, untuk itu saya mohon pendampingan,” kata Tronjo.

Peristiwa hari ini makin membuktikan bahwa Program Mitigasi Berbasis Lahan memiliki peran vital bagi kelangsungan TNMB sendiri, Jember dan daerah di sekitarnya, bahkan Indonesia dan dunia. Tentu perlu kerjasama semua pihak yang terkait, petani, TNMB, pemerintah, dan akademisi agar berhasil. Terasa berat, hasilnya pun mungkin baru lima tahun lagi kita nikmati, tapi demi kelestarian alam dan keberlangsungan kehidupan, kerja keras dan kerjasama wajib kita usahakan. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][:]

Skip to content