[:id]Kaji Asas Kesamaan Pada Putusan Verstek, I Gede Yuliartha Raih Gelar Doktor[:]

[:id][vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 24 Maret 2018

Tepat pada Sabtu, 24 Maret 2018, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember untuk pertama kalinya menyelenggarakan Sidang Terbuka Promosi Doktor. Mahasiswa program doktor Pascasarjana FH UNEJ, I Gede Yuliartha, SH., MH., menjalani Ujian Terbuka dan berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Dengan Pujian. Gelar Doktor yang diraih I Gede Yulliartha tersebut merupakan yang pertama kalinya di Program Pascasarjana FH UNEJ.

Lulusan Doktor pertama dari jumlah 59 mahasiswa program doktoral FH UNEJ ini mengusung judul “Asas Audi Et Alteram Partem Dalam Putusan Verstek Bagi Pencari Keadilan”. Dengan mengangkat judul tersebut, I Gede memaparkan risetnya berkaitan dengan Hukum Perdata dan fokus utama risetnya adalah untuk menganalisa penerapan asas audi et alteram partem (asas kesamaan) serta perlakuan yang seimbang kepada para pihak dalam penjatuhan putusan verstek meski tanpa kehadiran salah satu pihak (due process of law).

Ketua Pengadilan Negeri Negara tersebut mengungkapkan beberapa poin penting dalam disertasinya, diantaranya adalah:

  1. Bahwa nilai keadilan dalam Pancasila menjadi landasan penting dalam penjatuhan putusan Hakim. Hakim menjatuhkan Putusan setelah melalui proses pemeriksaan secara berimbang kepada para pihak berperkara (asas audi et alteram partem). Putusan hakim dijatuhkan setelah mendengarkan dan memberikan kesempatan yang berimbang kepada kedua belah pihak untuk menentukan dalilnya dan membuktikan dalilnya tersebut. Perlakuan yang seimbang tersebut juga berlaku pada putusan verstek. Dimana prosedur pemeriksaan persidangan harus tetap dilalui meski tanpa kehadiran tergugat, diantaranya proses pemanggilan, beban pembuktian dan pemberian hak untuk mengajukan upaya hukum atas putusan verstek secara beimbang kepada para pihak.
  2. Ketentuan yang berkaitan dengan penjatuhan putusan verstek dan upaya hukumnya diatur dalam beberapa ketentuan. Namun ketentuan hukum tersebut belum mengatur secara tegas persyaratan penjatuhan putusan verstek, khususnya berkaitan dengan kwantitas pemanggilan para pihak. Demikian halnya dengan penentuan tenggang waktu bagi tergugat untuk mengajukan upaya hukum atas putusan verstek baik berupa banding akibat adanya upaya hukum banding dari penggugat, serta tenggang waktu melakukan perlawanan bagi tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya. Pengaturan hukum yang demikian tidak memberikan kepastian hukum yang pada akhirnya mengabaikan nilai keadilan serta perlindungan hukum bagi pihak yang bersengketa.
  3. Konsep pengaturan putusan verstek dan upaya hukumnya yang ideal di masa mendatang adalah segala proses mulai adanya gugatan didaftarkan, pemanggilan kepada para pihak untuk hadir di persidangan serta tahapan dalam proses persidangan. Selain menggunakan cara yang konvensional di ruang persidangan, ke depan diperlukan penerapan asas publisitas, baik melalui sarana dan prasarana yang ada pada pengadilan diantaranya website dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang dapat diakses oleh masyarakat. Juga melalui sarana media massa sehingga kedepan tidak terdapat keadaan pihak tidak hadir di persidangan dengan alasan tidak mengetahui adanya pemanggilan sidang yang akibatnya dijatuhkan putusan verstek oleh Hakim.

Lebih lanjut, I Gede Yuliartha juga menyampaikan beberapa rekomendasi dalam disertasinya, diantaranya adalah kehati-hatian hakim sangat berperan dalam penjatuhan putusan verstek sehingga menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai kepastian hukum dan keadilan. Penataan peraturan hukum yang mengatur putusan verstek  dan upaya hukumnya yang bersifat seragam dan berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia, mencerminkan kesatuan (unifikasi) dan bersifat kodifikasi sudah sangat mendesak dibutuhkan sehingga Pemerintah bersama-sama dengan DPR agar segera membahas dan mengesahkan RUU  Hukum Acara Perdata yang terkodifikasi dan bersifat unifikasi.

Rekomendasi lainnya adalah pembuatan UU tentang Hukum Acara Perdata memang memerlukan waktu yang panjang, untuk mengisi kekosongan hukum berkaitan dengan pengaturan putusan verstek dan upaya hukumnya dalam perdata, seharusnya Mahkamah Agung RI segera menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung untuk menentukan penyelesaian persoalan yang belum diaatur hukum acaranya. Pembuatan UU maupun peraturan hukum lainya seyogyanya berlandaskan pada nilai0nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia (nilai-nilai dalam Pancasila).

Sidang Promosi Doktor kali ini dipimpin langsung oleh Dr. Nurul Ghufron, SH., MH.,  selaku Ketua Sidang. Didampingi oleh Prof. Dr. Dyah Ochtorina Susanti, SH. M.Hum.,selaku Sekretaris Penguji, promotor Prof. Dr. Herawati Poesoko, SH. MH.,  dan Co-Promotor Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, SH., MS. Serta lima orang Penguji yakni Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana, SH. M.Hum, C.N., Prof. Dr. Eva Laela Fakhriya, SH. MH., Prof. Dr. Y. Sogar Simamora, SH., M.Hum., Prof. Dr. M. Arief Amrullah, SH. M.Hum., dan Dr. Aries Harianto, SH., MH.(lid/del)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][:]

Skip to content