Meneliti Antosianin, Guru Besar UNEJ Hadirkan Inovasi Pangan Sehat

Jember, 17 Februari 2025

Universitas Jember (UNEJ) kembali mengukuhkan Guru Besar, kali ini di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan yaitu Prof. Dr. Puspita Sari, S.TP., M.Phil. Sebagai seorang akademisi, Prof. Puspita telah lama mengabdikan diri dalam penelitian pangan fungsional. Dengan menggabungkan dua keilmuan, yaitu kimia pangan dan teknologi terutama Pangan Fungsional, Prof. Puspita meneliti terkait senyawa antosianin sebagai pigmen yang banyak digunakan sebagai pewarna alami dengan manfaat kesehatan.

Ketertarikannya terhadap bidang ini bermula saat ia menempuh studi S2 di Jepang, meneliti sifat antioksidatif kakao. Setelah kembali ke Indonesia, ia mencari topik penelitian yang masih jarang dieksplorasi di tanah air, sehingga memutuskan untuk mendalami pigmen antosianin.

“Pada tahun 2002 belum banyak peneliti Indonesia meneliti terkait pigmen antosianin, peneliti luar negeri sudah banyak. Pada saat itu sulit mendapatkan literatur atau metode-metode penelitian terkait antosianin,” katanya.

Dalam orasi ilmiahnya, ia memaparkan pemanfaatan bahan pangan lokal Indonesia seperti buah duwet dan bunga telang sebagai sumber pewarna alami sekaligus pangan fungsional yang memiliki manfaat kesehatan.

“Pewarna antosianin dari buah duwet dan bunga telang selain memberikan warna merah, ungu, biru, sekaligus juga dapat memberikan manfaat antioksidan yang bermanfaat untuk kesehatan,” jelasnya.

Inovasi pangan fungsional yang dikembangkan oleh Prof. Puspita adalah teh artisan dari kulit buah duwet dan minuman ready-to-drink (RTD) dari bunga telang yang diberi nama Temonje, yang dipadukan dengan lemon dan jahe. Selain itu, antosianin/polifenol dalam bunga telang juga dimanfaatkan sebagai komponen fungsional pada beras dan nasi.

Prof. Puspita mengaku menikmati setiap tahap penelitian yang dijalankannya. Salah satu pengalaman berkesannya adalah ketika menempuh studi S3, ia diberikan kebebasan penuh oleh pembimbingnya untuk menentukan tema, metode, dan tahapan penelitian secara mandiri.

Namun, dalam menggeluti bidang ini, ia menghadapi berbagai tantangan. Di Indonesia, ingredient fungsional dan pangan fungsional masih kurang dikenal oleh masyarakat, yang umumnya lebih fokus pada pemenuhan gizi daripada manfaat kesehatan di luar gizi. Selain itu, bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia masih banyak yang diimpor, terutama dari Cina, dan lebih banyak menggunakan ingredien sintetik daripada alami.

Ia juga menyoroti pada kebijakan pemerintah, “Kebijakan pemerintah juga kurang mendukung sehingga tidak menumbuhkan industri ingredient fungsional ataupun pangan fungsional dengan baik. Berbeda dengan Jepang yang sudah maju perkembangan pangan fungsional (FOSHU/food for specified health uses), begitu juga di Korea Selatan banyak mengembangkan pangan fungsional atau ingredient fungsional untuk kecantikan,” paparnya.

Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat penelitian terkait ingredient fungsional dan pangan fungsional tidak dapat berkembang dengan baik hingga hilirisasi.

Dukungan keluarga turut berperan dalam pencapaiannya sebagai profesor. Saat menjalani studi S3 di Bogor, ia harus berjauhan dengan suami yang tetap tinggal di Jember, sementara putrinya ikut serta dan akhirnya menempuh pendidikan tinggi di bidang yang sama.

“Anak saya akhirnya meneruskan studi S1 (sarjana) di Bogor, mungkin ada keterikatan dengan Bogor karena pernah tinggal di sana, dan alhamdulillah sudah lulus Oktober 2024 dengan bidang yang sama dengan saya yaitu ilmu dan teknologi pangan,” ungkapnya.

Melalui penelitian yang dilakukan, Prof. Puspita berharap semakin banyak masyarakat yang mengenal dan menggunakan bahan pangan alami seperti pewarna antosianin, serta memahami manfaat pangan fungsional untuk kesehatan. Ia juga berharap industri ingredient fungsional dan pangan fungsional di Indonesia berkembang lebih pesat sehingga manfaatnya dapat dirasakan lebih luas. (dil/elz)

Skip to content